Wednesday, May 30, 2007

ARBITRASI DI INDONESIA

ARBITRASI DI INDONESIA

Para investor asing akan senang mengetahui bahwa Indonesia telah mengamandemen Undang-Undang Arbitrasi tahun 1999 untuk menyelesaikan perselisihan sipil di luar pengadilan. Tetapi, sama halnya dengan undang-undang yang lain, penerapannya masih sulit baik pada pihak daerah maupun investor asing.
Arbitrasi adalah proses consensus dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan persengketaan mereka kepada satu orang netral atau lebih untuk mengambil keputusan akhir dan mengikat. Arbitrasi sebagai mekanisme penyelesaian perselisihan mempunyai sejarah panjang di Indonesia. Hukum penjajahan Belanda mengakui arbitrasi dengan memasukkan ketentuannya ke dalam undang-undang arbitrasi tersebut. Sejak Indonesia merdeka, usaha-usaha untuk mengamandemen undang-undang arbitrasi colonial Belanda ini telah diprakarsai pada awal tahun 1979, tetapi memerlukan waktu 20 tahun untuk membuahkan hasil. Akhirnya, Undang-Undang Arbitrasi, Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 ditetapkan yang menggantikan Undang-Undang Arbitrasi Kolonial Belanda.
Undang-undang Arbitrasi memberikan dasar hukum mengenai tatacara arbitrasi di Indonesia. Undang-undang Arbitrasi tersebut menjadi Lex Arbitri Indonesia. Undang-undang tersebut memberikan difinisi mengenai arbitrasi sebagai “suatu mekanisme penyelesaian perselisihan sipil di Luar Pengadilan Umum berdasarkan perjanjian arbitrasi yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.”
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Arbitrasi tersebut, perselisihan-perselisihan yang bisa diselesaikan melalui arbitrasi terbatas pada “perselisihan yang bersifat komersial, atau hal-hal yang menyangkut hak-hak yang menurut hukum termasuk ke dalam wewenan penuh secara hukum dari para pihak yang bersengketa.” Pasal tersebut lebih lanjut juga menyatakan bahwa “Suatu perselisihan yang tidak bisa diselesaikan melalui arbirasi adalah perselisihan yang menurut hukum yang berlaku tidak bisa diselesaikan secara musyawarah kekeluargaan.”
Perselisihan hanya bisa diselesaikan melalui Arbitrasi jika dan hanya jika para pihak telah sepakat secara tertulis untuk menyelesaikan melalui arbitrasi. Akan tetapi perjanjian tersebut bisa dilaksanakan sebelum atau sesudah munculnya perselisihan.
Undang-undang arbitrasi memberikan yuridiksi eksklusif apabila para pihak menyerahkan perselisihan atau arbitrasi mereka. Pengadila seharusnya mempertimbangkan bahwa dirinya tidak memiliki wewenang hukum di dalam memeriksa perselisihan ini karena telah disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan di dalam arbitrasi.
Undang-undang tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa “keberadaan perjanjian arbitrasi secara tertulis akan meniadakan hak-hak para pihak untuk menyerahkan persengketaan dan perbedaan pendapat mereka yang terjadi menurut perjanjian ini kepada Pengadilan Negeri”. Apabila Pengadilan Negeri menerima perselisihan yang telah disepakati oleh para pihak untuk diselesaikan melalui arbitrasi, maka pengadilan negeri tersebut akan menolak dan menarik diri untuk turut campur tangan dari persengketaan tersebut, kecuali dinyatakan di dalam Undang-Undang tersebut. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengurangi masalah yang telah terjadi dan pengadilan akan mengadili kasus yang diajukan kepadanya oleh salah satu pihak meskipun para pihak telah menandatangani perjanjian arbitrasi.
Undang-undang Arbitrasi memberikan ketentuan mengenai penerapan pemberian arbitrasi asing. Hal ini sebagai konsekwensi dari Indonesia yang telah menjadi salah satu pihak di dalam Kovensi tahun 1958 tentang Pengakuan dan Penerapan Pemberian Arbitrasi Asing.
Undang-undang arbitrasi menyatakan bahwa pemberian arbitrasi asing sebagai pemberian yang diberikan oleh arbitrasi atau arbitrasi ad hoc di luar wilayah hukum Indonesia atau menurut hukum Indonesia, pemberian tersebut dianggap sebagai pemberian arbitrasi asing.
Undang-undang Arbitrasi tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan pemberian arbitrasi asing harus dilakukan oleh arbitrator atau kuasanya, sebagai pengganti dari para pihak yang bersengketa. Hal ini tidak umum bagi undang-undang arbitrasi di seluruh dunia. Arbitrator atau kuasanya harus mendaftarkan pemberikan tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelum mengajukan permohonan untuk pelaksanaannya.
Harus dinyatakan di sini bahwa pemberian arbitrasi asing tidak mudah. Pemberian tersebut telah ditolak untuk dilaksanakan oleh pengadilan. Investor asing telah frustrasi ketika pemberian arbitrasi asing tersebut dilaksanakan.