Monday, August 27, 2007

KASUS TINDAK PIDANA PENCULIKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR

Sanksi Hukum, Tindak Pidana Penculikan Anak Dengan Pelaku Dibawah Umur.


Adalah Raisya, putri seorang pengusaha Batubara, merupakan gadis kecil usia 5 tahun, murid dari salah satu sekolah Tk di Jakarta yang sempat mengisi halaman media cetak maupun elektronik,sebagai korban Penculikan. Setelah kembali pada dekapan orang tuanya, tampaknya dia masih mengalami trauma atas penculikannya yang terjadi pada tanggal 15 Agustus 2007 yang lalu.


Drama penculikannya sendiri yang berlangsung selama sembilan hari tersebut banyak menarik perhatian publik, tidak hanya masyarakat biasa yang mengurut dada karena kesal dengan perbuatan para penculik, tak kurang juga Presiden & Wakil Presiden R.I Sekalipun kemudian tampaknya Tuhan lebih berpihak kepada si kecil Raisya, lalu penculikan berakhir beberapa hari lalu, dengan tertangkapnya beberapa orang yang sementara diduga sebagai Pelaku (dan ditetapkan sebagai tersangka), tiga orang diantaranya adalah masih remaja, berstatus Pelajar, duduk di bangku kelas.II salah satu SMA terkenal di Jakarta, secara hukum ketiga remaja tersebut masuk dalam katagori "Anak Di Bawah Umur". Lalu bagaimanakah tanggungjawab Hukum terhadap anak di bawah umur atas perbuatan yang dilakukannya tersebut, khususnya terhadap dugaan tindak Pidana Penculikan, bilamana seandainya kemudian dari hasil Penyidikan pihak Kepolisian (Penyidik) mereka ternyata terlibat dalam drama Penculikan tersebut, apakah hal itu merupakan kenakalan remaja biasa ?

Jawabannya, seandainya ketiga remaja tersebut dari hasil Penyidikan, ternyata mereka terlibat dalam drama Penculikan tersebut, tentu tidak dapat dipandang kenakalan remaja semata, dan tetap bertanggungjawab secara Hukum!
Sekalipun sangat delematis memang, karena disatu pihak ketiga remaja tersebut masih dibawah umur, juga berstatus pelajar yang sudah tentu sangat membutuhkan dunia pendidikan dan kemungkinan berubahnya untuk menjadi lebih baik tentu masih memungkinkan, mengingat perjalanan mereka masih panjang, Demikian pula di pihak lain, si korban sendiri masih anak-anak (di bawah umur) yang sudah tentu dengan kejadian tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat membawa dampak psikologis terdapat kejiwaan/mental si anak tersebut, yang bahkan tidak tertutup kemungkinan dapat menimbulkan trauma/ketakutan yang mendalam, baik bagi si pelaku, karena dipenjara misalnya. Khususnya terhadap si korban (kejadian yang meneror jiwanya), bagaimana tidak keceriaan dan keriangan si anak harus hilang dalam sekejap begitu dipaksa oleh orang yang tidak dikenalnya memaksa harus masuk mobil si pelaku, yang konon menurut penuturan pembantu Raisya dalam kejadian tersebut sempat melihat Pelaku menodongkan benda yang diduga senjata. Lantas di dalam kendaraan tersebut, kemungkinan saja si anak dilarang berteriak-teriak. Kalau tidak, mereka pasti mendapatkan tindak kekerasan/bentuk hukuman dari si pelaku. Hal inilah dari sekian kejadian selama sembilan hari akan dikenang oleh si anak, yang sudah tentu secara tidak langsung akan menimbulkan bekas atau luka pada jiwa si anak. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa masa kanak-kanak adalah masa bermain, bersosialisasi dan berinteraksi dengan sekitarnya, khususnya dengan keluarganya, namun sayang si Raisya kecil sempat kehilangan kesempatannya itu.


Nah, Undang-undang Nomor: 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak sudah barang tentu oleh Pemerintah sudah dipersiapkan untuk dapat menangani kasus-kasus kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya yang masih masih dibawah umur, atau korbannya anak-anak, seperti dalam kasus Penculikan Rasyah ini.

Untuk diketahui bahwa, berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, menetapkan batas usia yang dikatagorikan anak sebagai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia. Dalam pasal 4 dari Undang-undang tersebut ditegaskan bahwa :

  1. Batas umur anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapat 18 tahun dan belum pernah kawin.
  2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak.

Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan dalam Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata) bahwa Anak adalahseseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin. Lain halnya menurut Hukum Islam, dimana batasan ini tidak berdasarkan atas hitungan usia tetapi dimulai sejak adanya tanda-tanda perubahan badaniah, baik pria maupun wanita.

Dengan membaca peraturan tersebut, jelas bahwa ketiga tersangka Pelaku ini, bilamana terbukti dalam penyidikan maka dapat diajukan ke sidang Pengadilan karena mereka sudah berumur diatas 8 tahun.


Lalu, dalam kejadian ini kenapa UU Perlindungan Anak yang harus diterapkan, bukan KUHP ?

Disamping karena pelakunya masih dibawah umur, korbannya juga anak-anak, dan ancaman hukumannya berdasarkan UU No.23 Tahuan 2003 Tentang Perlindungan Anak, maksimal 15 Tahun, itu adalah sangat memadai, sekalipun dalam penjatuhan Pidana bukanlah bersifat penghukuman semata, tapi minimal untuk dapat menciptakan efek jera baik bagi si pelaku maupun pihak yang berencana mengikuti jejak pelaku, berbeda halnya bilamana diterapkan KUHP dalam kejadian ini. Disamping tidak tertutup kemungkinan ancaman hukuman tersebut dapat diperberat bilamana dalam kejadian tersebut terbukti dibarengi dengan tindak kekerasan terhadap korban.

Secara umum bahwa, dengan adanya Undang-undang Perlindungan Anak, ancaman tindak Pidana terhadap anak-anak harus dihukum lebih berat..!, karena anak belum berdaya sebagaimana orang dewasa, disamping efek psikologis yang ditimbulkan pada kejiwaan si anak/korban yang tidak mungkin sepenuhnya dapat ditebus dengan tindakan penghukuman terhadap Pelaku semata.
Mudah-mudahan aparat penegak Hukum dapat menerapkan Hukum dengan sebaik-baiknya, dalam arti secara adil dan bijaksana terhadap kedua belah pihak, guna menekan kasus-kasus yang menimpa anak-anak yang cukup marak akhir-akhir ini.
Selamat kepada aparat Kepolisian dan pihak-pihak terkait atas kinerjanya yang baik tersebut.
Dan, sebagai upaya menyelamatkan masa depan anak-anak Bangsa, semua pihak harus bahu membahu untuk mencegah terjadinya penculikan, marilah kita tingkatkan rasa saling mengenal lingkungan, dan peduli sesama sebagai sama-sama mahluk Tuhan. Mungkin ada baiknya dalam segala hal sikap positif diperlukan, dalam arti berpikir kembali sebelum bertindak, dengan asumsi bahwa bagaimana seandainya apa yang akan kita lakukan terhadap orang lain tersebut suatu saat menimpa kita atau keluarga kita. Mudah-mudahan sikap seperti ini dapat menciptakan kedamaian di Bumi maupun di Hati. Amin!
Ok, sebagai penutup dari saya hanya, Wellcome Home Raisya..! GBU.
Note : Tulisan ini hanya merupakan catatan Pribadi saya (penulis).